Minggu, 08 Oktober 2017

Kimia Medisinal "ANALGETIK"

“ANALGETIK”




Analgetik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran. Analgetik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit. Berdasarkan mekanisme kerja pada tingkat molekul, analgetik dibagi menjadi dua golongan yaitu analgetik narkotik dan analgetik non-narkotik.

Analgetik Narkotik
            Analgetik narkotik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi sistem saraf pusat secara selektif. Digunakan untuk mengurangi rasa sakit, yang moderat ataupun berat, seperti rasa sakit yang disebabkan oleh penyakit kanker, serangan jantung akut, sesudah operasi, dan kolik usus atau ginjal. Analgetik narkotik sering pula digunakan untuk pramedikasi anestesi, bersama-sama dengan atropin, untuk mengontrol sekresi.

Analgetik Non-narkotik
            Analgetik non-narkotik digunakan untuk mengurangi rasa sakit yang ringan sampai moderat, sehingga sering disebut analgetik ringan. Analgetik non-narkotik bekerja menghambat enzim siklooksigenase dalam rangka menekan sintesis prostaglandin yang berperan dalam stimulus nyeri dan demam. Karena itu kebanyakan analgetik non-narkotik juga bekerja antipiretik. Penggunaan Obat Analgetik Non-Narkotik atau Obat Analgesik Perifer ini cenderung mampu menghilangkan atau meringankan rasa sakit tanpa berpengaruh pada sistem susunan saraf pusat atau bahkan hingga efek menurunkan tingkat kesadaran. Obat Analgetik Non-Narkotik / Obat Analgesik Perifer ini juga tidak mengakibatkan efek ketagihan pada pengguna (berbeda halnya dengan penggunanaan Obat Analgetika jenis Analgetik Narkotik).



Berdasarkan struktur kimia, analgetik non narkotik dibagi 6 kelompok antara lain :

I. Turunan Asam Salisilat
            Asam salisilat mempunyai aktivitas analgesik antipiretik dan antirematik. Obat ini bisa digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada nyeri kepala, nyeri otot dan nyeri yang berhubungan dengan rematik. Penggunaan asam salisilat tidak pernah dilakukan secara per oral karena terlalu toksik. Efek samping nya adalah iritasi lambung karena gugus karboksilat bersifat asam. Senyawa-senyawa turunan asam salisilat seperti aspirin, salisilamid, diflunisal lebih banyak digunakan.

Untuk meningkatkan aktivitas analgesik antipiretik dan mengurangi efek sampingnya dapat dilakukan dengan 4 jalan yaitu :
a.       Mengubah gugus karboksil melalui pembentukan garam, ester maupun amida. Contoh : metil salisilat, asetaminosalol, natrium salisilat, kolin salisilat, magnesium salisilat & salisilamid
b.      Substitusi pada gugus hidroksil. Contoh : aspirin (asam aseti salisilat), salisil.
c.       Modifikasi pada gugus karboksil dan hidroksil. Berdasarkan pada prinsip salol, senyawa secara in vivo akan terhidrolisis menjadi aspirin. Contoh : aluminium aspirin dan karbetil salisilat.
d.      Memasukkan gugus OH pada cincin aromatik atau menambah gugus lain. Contoh : diflunisal, flufenisal, meseklazon.
Hubungan struktur dan aktivitas pada turunan asam salisilat.
1.       Senyawa yang aktif sebagai antiradang adalah anion salisilat. Gugus karboksilat penting untuk aktivitas dengan gugus hidroksil harus berdekatan.
2.      Turunan halogen seperti 5-klorsalisilat dapat menambah aktivitas namun memiliki toksisitas yang lebih besar.
3.      Pemasukan gugus amino pada posisi 4 akan menyebabkan hilangnya aktivitas.
4.      Pemasukan gugus metil pada posisi 3 akan menyebabkan metabolisme gugus asetil menjadi lebih lambat.
5.      gugus aril pada posisi 5 akan meningkatkan aktivitas.
6.      gugus difluorofenil pada posisi para dengan karboksilat (misal diflunisal) akan menambah aktivitas analgesik, memperpanjang masa kerja obat dan menghilangkan efek samping (iritasi saluran cerna).
7.      Iritasi lambung pada aspirin ditujukan pada gugus karboksilat sehingga esterifikasi gugus akan mengurangi efek iritasi.

II. Turunan Anilin & para Aminofenol
            Turunan anilin dan p-aminofenol memiliki aktivitas sebagai analgesik antipiretik namun tidak memiliki aktivitas sebagai antiradang dan antirematik. Efek samping yang sering terjadi adalah methaemoglobin dan hepatotoksik. Contoh : asetaminofen, asetanilid, dan fenasetin.

Hubungan struktur aktivitas pada turunan anilin dan p-aminofenol
1.      Anilin memiliki aktivitas antipiretik yang tinggi namun efek sampingnya juga besar karena menyebabkan methaemoglobin (Hb dalam bentuk ferri, tidak dapat berfungsi membawa oksigen).
2.      Substitusi pada gugus amino mengurangi kebasaan sehingga mengurangi aktivitas dan efek sampingnya
3.      Turunan aromatik pada asetanilid dan benzanilid sukar larut dalam air, tidak dapat membawa cairan tubuh ke reseptor sehingga mengurangi aktivitasnya. Salisilanilid meskipun tidak memiliki efek antipiretik namun dapat digunakan sebagai antijamur.
4.      Para-aminofenol merupakan produk metabolit dari anilin dan memiliki toksisitas lebih rendah namun masih terlalu toksik untuk digunakan sebagai obat sehingga perlu modifikasi strukturnya.
5.      Asetilasi pada gugus amino pada p-aminofenol dapat mengurangi efek samping.
6.       Esterifikasi pada gugus hidroksi dengan metil (anisidin), etil (fenetidin) meningkatkan efek analgesik namun karena masih mengandung amina bebas, dapat menyebakan methaemoglobin.
7.      Pemasukan gugus polar, gugus karboksilat ke dalam inti benzen, akan menghilangkan aktivitas.
8.      Etil eter dari asetominophen (fenasetin) mempunyai aktivitas analgesik cukup tinggi namun penggunaan jagka panjang dapat mengakibatkan methaemoglobin, kerusakan ginjal, dan karsinogenik.
9.      Ester salisilat pada asetaminofen (fenetsal) mengurangi efek toksis dan emnambah aktivitas analgesik.

III. Turunan 5-Pirazolon & Pirazolidindion
            Mengurangi rasa skt nyeri kepala, nyeri spasma usus, ginjal, sal empedu&urin, neuralgia, migrain,dismenerhu, nyeri gigi, nyeri rematik. Efek samping : agranulositosis pada bbrp kasus dpt berakibat fatal. Contoh : antipirin, amidopirin, dan metampiron.
Antipirin (fenazon)
Mempunyai aktivitas analegsik antipiretik setara dengan asetanilid. Efek samping agranulositosis lebih besar dan memiliki efek paralisis pada saraf sensorik dan motorik sehingga digunakan untuk anestesi lokal dan vasokontriksi pada pengobatan laringitis dan rinitis. Dosis larutan 5-15 %
b. Amidopirin
            Memiliki aktivitas analgesik setara antipirin. Absorbsi obat dalam saluran cerna lebih cepat dengan waktu paro 2-3 jam dan 25-30% terikat dengan protein plasma.
c. Metampiron
            Metampiron merupakan analgesik yang cukup populer di Indonesia. Metapiron terabsorbsi cepat dalam saluran cerna dan cepat termetabolisme di hati. Dosis yang digunakan adalah 50mg 4 kali sehari.

Pada turunan pirazolidindion memiliki gugus keto pada C3 sehingga dapat membentuk enol aktif yang mudah terionisasi.
Hubungan struktur aktivitas turunan pirazolidindion
1.      atom H pada C4 dengan gugus metil menghilangkan aktivitas antiradang karena senyawa tidak dapat membentuk gugus enol.
2.      Penggantian 1 atom N pada inti pirazolidindion dengan atom O, pemasukan gugus metil dan halogen pada cincin benzen dan penggantian gugus n-butil dengan gugus alil atau propol tidak memengaruhi aktivitas antiradang.
3.       Penggantian inti benzen dengan siklopentan atau sikloheksan akan menghilangkan aktivitas.
4.      keasaman akan mengurangi efek antiradang dan meningkatkan efek urikosurik.

IV. Turunan Asam N-Arilantranilat
            Turunan asam N-antranilat merupakan analog nitrogen dari asam salisilat. Turunan ini memiliki antiradang pada pengobatan rematik, mengurangi rasa nyeri pada nyeri ringan dan moderat. Efek samping iritasi saluran cerna, diare, mual, nyeri abdominal, anemia, agranulositosis, dan trombositopenia. Contoh : Asam mefenamat, asam flufenamat, asam meklofenamat
Hubungan struktur aktivitas turunan asam antranilat
1.      Aktivitas lebih tinggi jika pada inti benzen yang memunyai atom N dengan posisi 2,3, dan 6.
2.       Senyawa yang aktif adalah turunan senyawa 2,3 disubstitusi.
3.      Memilikiaktivitas lebih tinggi jika gugus pada N-aril di luar koplanaritas asam antranilat.
4.      Struktur tidak planar tersebut sesuai dengan reseptor hipotetik antiradang.
5.      Adanya substitusi pada o-metil pada asam mefenamat dan o-klor pada asam meklofenamat meningkatkan aktivitas analgesik.
6.      Penggantian atom N pada asam mefenamat dengan senyawa isosterik seperti O,S, CH2 menrurunkan aktivitas.

V. Turunan Asam Arilasetat & Heteroarilasetat
            Turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat memiliki aktivitas cukup tinggi namun efek samping pada saluran cerna cukup besar. Contoh : diklofenak, ibuprofen, ketoprofen, fenoprofen, namoksirat, dan fenbufen

Hubungan struktur aktivitas turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat
1.      Mempunyai gugus karboksil atau ekivalennya seperti asam enolat, asma hidroksamat, sulfonamida, tetrasol yang terpisah oleh 1 atom C dari inti aromatik datar.
2.      Adanya gugus α-metil pada rantai samping asetat dapat meningkatkan aktivitas antiradang. Contoh : ibufenak tidak mempunyai gugus α-metil dan bersifat hepatotoksik. Makin panjang rantai C, aktivitas semakin rendah.
3.       Adanya α-substitusi senyawa bersifat optis aktif dan kadang-kadang isomer 1 lebih aktif dibanding yanglain. Konfigurasi yang aktif adalah bentuk isomer S. Contoh : S(+) ibuprofen lebih aktif dibanding isomer (-). Sedangkan isomer (+) dan (-) fenoprofen mempunyai aktivitas yang sama.
4.      Mempunyai gugus hidrofob yang terikat pada C inti aromatik pada posisi meta atau para dari gugus asetat.
5.      Turunan ester dan amida juga memunyai aktivitas antiradang karena secara in vivo dihidrolisis menjadi bentuk asamnya.

VI. Turunan Oksikam
            Turunan ini umumnya bersifat asam, mempunyai efek antiradang, analgesik, antipiretik, efektif untuk pengobatan simtomatik rematik atritis, osteoartritis, dan antipirai.
Contoh : piroksisam, tenoksisam, isoksisam.
a. Piroksisam
            Piroksisam memilikiefek analgesik, antirematik, antiradang setara dengan indometasin dengan masa kerja yang cukup panjang. Piroksisam memiliki efek samping iritasi saluran cerna yang cukup besar. Piroksisam terserap dengan baik pada saluran cerna, 99% obat terikat pada protein plasma. Kadar tertinggi plasma pada 3-5 jam setelah pemberian oral dengan waktu paro plasma 30-60 jam.
b. Tenoksisam
            Tenoksisam mempunyai aktivitas antiradang , analgesik-antipiretik dan juga menghambat agregasi platelet. Tenoksisam terutama digunakan untuk mengurangi rasa nyeri akibat keradangan dan kelainan degeneratif pada sistem otot rangka. Efek iritasi saluran cerna cukup besar dengan waktu paro 72 jam.

REFERENSI

PENGGOLONGAN ANALGETIK (TAMBAHAN)

Ø  Berdasarkan aksinya, obat-abat analgetik dibagi menjadi 2 golongan :
        1. Analgesik nonopioid, dan
        2. Analgesik opioid.

Ø  Kedua jenis analgetik ini berbeda dalam hal mekanisme dan target aksinya.
1. Analgesik Nonopioid/Perifer (NON-OPIOID ANALGESICS)
Obat-obatan dalam kelompok ini memiliki target aksi pada enzim, yaitu enzim siklooksigenase (COX). COX berperan dalam sintesis mediator nyeri, salah satunya adalah prostaglandin. Mekanisme umum dari analgetik jenis ini adalah mengeblok pembentukan prostaglandin dengan jalan menginhibisi enzim COX  pada daerah yang terluka dengan demikian mengurangi pembentukan mediator nyeri. Mekanismenya tidak berbeda dengan NSAID dan COX-2 inhibitors. Efek samping yang paling umum dari golongan obat ini adalah gangguan lambung usus, kerusakan darah, kerusakan hati dan ginjal serta reaksi alergi di kulit. Efek samping biasanya disebabkan oleh penggunaan dalam jangka waktu lama dan dosis besar.

Ø  Obat- obat Nonopioid Analgesics ( Generic name )
            Acetaminophen, Aspirin, Celecoxib, Diclofenac, Etodolac, Fenoprofen, Flurbiprofen Ibuprofen, Indomethacin, Ketoprofen, Ketorolac, Meclofenamate, Mefanamic acid Nabumetone, Naproxen, Oxaprozin, Oxyphenbutazone, Phenylbutazone, Piroxicam Rofecoxib, Sulindac, Tolmetin.

      =>> Deskripsi Obat Analgesik Non-opioid
a. Salicylates
Contoh Obatnya: Aspirin, mempunyai kemampuan menghambat biosintesis prostaglandin. Kerjanya menghambat enzim siklooksigenase secara ireversibel, pada dosis yang tepat, obat ini akan menurunkan pembentukan prostaglandin maupun tromboksan A2, pada dosis yang biasa efek sampingnya adalah gangguan lambung (intoleransi). Efek ini dapat diperkecil dengan penyangga yang cocok (minum aspirin bersama makanan yang diikuti oleh segelas air atau antasid).

b.p-Aminophenol Derivatives
Contoh Obatnya: Acetaminophen (Tylenol) adalah metabolit dari fenasetin. Obat ini menghambat prostaglandin yang lemah pada jaringan perifer dan tidak memiliki efek anti-inflamasi yang bermakna.Obat ini berguna untuk nyeri ringan sampai sedang seperti nyeri kepala, mialgia, nyeri pasca persalinan dan       keadaan lain. Efek samping kadang-kadang timbul peningkatan ringan enzim hati. Pada dosis besar dapat menimbulkan pusing, mudah terangsang, dan disorientasi.

c.Indoles and Related Compounds
 Obatnya : Indomethacin (Indocin), obat ini lebih efektif daripada aspirin, merupakan obat penghambat prostaglandin terkuat. Efek samping menimbulkan efek terhadap saluran cerna seperti nyeri abdomen, diare, pendarahan saluran cerna, dan pankreatitis. Serta menimbulkan nyeri kepala, dan jarang terjadi kelainan hati.

d. Fenamates
Contoh Obatnya : Meclofenamate (Meclomen), merupakan turunan asam fenamat, mempunyai waktu paruh pendek, efek samping yang serupa dengan obat-obat AINS baru yang lain dan tak ada keuntungan lain yang melebihinya. Obat ini meningkatkan efek antikoagulan oral. Dikontraindikasikan pada kehamilan.

e. Arylpropionic Acid Derivatives
Contoh Obatnya : Ibuprofen (Advil), Tersedia bebas dalam dosis rendah dengan berbagai nama dagang. Obat ini dikontraindikasikan pada mereka yang menderita polip hidung, angioedema, dan reaktivitas bronkospastik terhadap aspirin. Efek samping, gejala saluran cerna.

f. Pyrazolone Derivatives
Contoh Obatnya : Phenylbutazone (Butazolidin) untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Obat ini mempunyai efek anti-inflamasi yang kuat. Tetapi memiliki efek samping yang serius seperti agranulositosis, anemia aplastik, anemia hemolitik, dan nekrosis tubulus ginjal.

g. Oxicam Derivatives
Contoh Obatnya : Piroxicam (Feldene), obat AINS dengan struktur baru.waktu paruhnya panjang untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya meliputi tinitus, nyeri kepala, dan rash.

h.Acetic Acid Derivatives
Contoh Obatnya : Diclofenac (Voltaren), obat ini adalah penghambat siklooksigenase yang kuat dengan efek antiinflamasi, analgetik, dan antipiretik. Waktu parunya pendek. Dianjurkan untuk pengobatan artristis rmatoid, dan berbagai kelainan otot rangka. Efek sampingnya distres saluran cerna, perdarahan saluran cerna, dan tukak lambung. 

i.Miscellaneous Agents
Contoh Obatnya : Oxaprozin (Daypro), obat ini mempunyai waktu paruh yang panjang. Obat ini memiliki beberapa keuntungan dan resiko yang berkaitan dengan obat AINS lain.

2.  Analgetik Opioid
Analgetik opioid merupakan golongan obat yang memiliki sifat seperti opium/morfin. Sifat dari analgesik opioid yaitu menimbulkan adiksi: habituasi dan ketergantungan fisik. Oleh karena itu, diperlukan usaha untuk mendapatkan analgesik ideal: Potensi analgesik yg sama kuat dengan morfin. Tanpa bahaya adiksi: 
 -         Obat yang berasal dari opium-morfin
 -         Senyawa semisintetik morfin
 -         Senyawa sintetik yang berefek seperti morfin

Analgetik opioid mempunyai daya penghalang nyeri yang sangat kuat dengan titik kerja yang terletak di susunan syaraf pusat (SSP). Umumnya dapat mengurangi kesadaran dan menimbulkan perasaan nyaman (euforia). Analgetik opioid ini merupakan pereda nyeri yang paling kuat dan sangat efektif untuk mengatasi nyeri yang hebat.

Tubuh sebenarnya memiliki sistem penghambat nyeri tubuh sendiri (endogen), terutama dalam batang otak dan sumsum tulang belakang yang mempersulit penerusan impuls nyeri. Dengan sistem ini dapat dimengerti mengapa nyeri dalam situasi tertekan, misalnya luka pada kecelakaan lalu lintas mula-mula tidak terasa dan baru disadari beberapa saat kemudian. Senyawa-senyawa yang dikeluarkan oleh sistem endogen ini disebut opioid endogen. Beberapa senyawa yang termasuk dalam penghambat nyeri endogen antara lain: enkefalin, endorfin, dan dinorfin.

Opioid endogen ini berhubungan dengan beberapa fungsi penting tubuh seperti fluktuasi hormonal, produksi analgesia, termoregulasi, mediasi stress dan kegelisahan, dan pengembangan toleransi dan ketergantungan opioid. Opioid endogen mengatur homeostatis, mengaplifikasi sinyal dari permukaan tubuk ke otak, dan bertindak juga sebagai neuromodulator dari respon tubuh terhadap rangsang eksternal.

Baik opioid endogen dan analgesik opioid bekerja pada reseptor opioid, berbeda dengan analgesik nonopioid yang target aksinya pada enzim.
           
Ada beberapa jenis Reseptor opioid  yang telah diketahui dan diteliti, yaitu reseptor opioid μ, κ, σ, δ, ε.  (dan yang terbaru ditemukan adalah N/OFQ receptor, initially called the opioid-receptor-like 1 (ORL-1) receptor or “orphan” opioid receptor dan e-receptor, namum belum jelas fungsinya).

1.      Reseptor μ memediasi efek analgesik dan euforia dari opioid, dan ketergantungan fisik dari opioid. Sedangkan reseptor μ 2 memediasi efek depresan pernafasan.
2.      Reseptor δ yang sekurangnya memiliki 2 subtipe berperan dalam memediasi efek analgesik dan berhubungan dengan toleransi terhadap μ  opioid.
3.      reseptor κ telah diketahui dan berperan dalam efek analgesik, miosis, sedatif, dan diuresis. Reseptor opioid ini tersebar dalam otak dan sumsum tulang belakang.
4.      Reseptor δ dan reseptor  κ menunjukan selektifitas untuk ekekfalin dan dinorfin, sedangkan reseptor  μ selektif untuk opioid analgesic.

Mekanisme umumnya  :
Terikatnya opioid pada reseptor menghasilkan pengurangan masuknya ion Ca2+ ke dalam sel, selain itu mengakibatkan pula hiperpolarisasi dengan meningkatkan masuknya ion K+ ke dalam sel. Hasil dari berkurangnya kadar ion kalsium dalam sel adalah terjadinya pengurangan terlepasnya dopamin, serotonin, dan peptida penghantar nyeri, seperti contohnya substansi P, dan mengakibatkan transmisi rangsang nyeri terhambat.
Efek-efek yang ditimbulkan dari perangsangan reseptor opioid diantaranya: Analgesik, medullary effect, Miosis, immune function and Histamine, Antitussive effect, Hypothalamic effect GI effect.
Efek samping  yang dapat  terjadi: Toleransi dan ketergantungan, Depresi pernafasan, Hipotensi, dll.

Atas dasar kerjanya pada reseptor opioid, analgetik opioid dibagi menjadi:
- Agonis opioid menyerupai morfin (pd reseptor μ, κ). Contoh: Morfin, fentanil.
- Antagonis opioid. Contoh: Nalokson.
- Menurunkan ambang nyeri pd pasien yg ambang nyerinya tinggi.
- Opioid dengan kerja campur. Contoh: Nalorfin, pentazosin, buprenorfin, malbufin, butorfanol.

Ø  Obat-obat Opioid Analgesics ( Generic name )
Alfentanil, Benzonatate, Buprenorphine, Butorphanol, Codeine, Dextromethorphan Dezocine, Difenoxin, Dihydrocodeine, Diphenoxylate, Fentanyl, Heroin Hydrocodone, Hydromorphone, LAAM, Levopropoxyphene, Levorphanol Loperamide, Meperidine, Methadone, Morphine, Nalbuphine, Nalmefene, Naloxone, Naltrexone, Noscapine Oxycodone, Oxymorphone, Pentazocine, Propoxyphene, Sufentanil.


Ø  Deskripsi Obat Analgesik opioid

1. Agonis Kuat
   a. Fenantren
Morfin, Hidromorfin, dan oksimorfon merupakan agonis kuat yang bermanfaat dalam pengobatan nyeri hebat. Heroin adalah agonis yang kuat dan bekerja cepat.

   b. Fenilheptilamin 
Metadon mempunyai profil sama dengan morfin tetapi masa kerjanya sedikit lebih panjang. Dalam keadaan nyeri akut, potensi analgesik dan efikasinya paling tidak sebanding dengan morfin. Levometadil asetat merupakan Turunan Metadon yang mempunyai waktu paruh lebih panjang daripada metadon.

   c. Fenilpiperidin
Meperidin dan Fentanil adalah yang paling luas digunakan diantara opioid sintetik yang ada, mempunyai efek antimuskarinik.Subgrup fentanil yang sekarang terdiri dari sufentanil dan alventanil.

   d. Morfinan
Levorfanol adalah preparat analgesik opioid sintetik yang kerjanya mirip dengan morfin namun manfaatnya tidak menguntungkan dari morfin.

2. Agonis Ringan sampai sedang
   a. Fenantren
Kodein, Oksikodoa, dihidrokodein, dan hidrokodon, semuanya mempunyai efikasi yang kurang dibanding morfin, atau efek sampingnya membatasi dosis maksimum yang dapat diberikan untuk memperoleh efek analgesik yang sebanding dengan morfin, penggunaan dengan kombinasi dalam formulasi-formulasi yang mengandung aspirin atau asetaminofen dan obat-obat lain.

  b. Fenilheptilamin
Propoksifen aktivitas analgesiknya rendah, misalnya 120 mg propoksifen = 60 mg kodein.

  c. Fenilpiperidin
Difenoksilat dan metabolitnya, difenoksin digunakan sebagai obat diare dan tidak untuk analgesik, digunakan sebagai kombinasi dengan atropin. Loperamid adalah turunan fenilpiperidin yang digunakan untuk mengontrol diare. Potensi disalahgunakan rendah karena kemampuannya rendah untuk masuk ke dalam otak.

3. Mixed Opioid Agonist–Antagonists or Partial Agonists
   a. Fenantren
Nalbufin adalah agonis kuat reseptor kapa dan antagonis reseptor mu. Pada dosis tinggi terjadi depresi pernafasan. Buprenorfin adalah turunan fenantren yang kuat dan bekerja lama dan merupakan suatu agonis parsial reseptor mu. Penggunaan klinik lebih banyak menyerupai nalbufin, mendetoksifikasi dan mempertahankan penderita penyalahgunaan heroin.

  b. Morfinan
Butorfanol efek analgesik ekivalen dengan nalbufin dan buprenorfin, tetapi menghasilkan efek sedasi pada dosis ekivalen, merupakan suatu agonis reseptor kapa. 

  c. Benzomorfan
Pentazosin adalah agonis reseptor kapa dengan sifat-sifat antagonis reseptor mu yang lemah. Obat ini merupakan preparat campuran agonis-antagonis yang tertua. Dezosin adalah senyawa yang struktur kimianya berhubungan dengan pentazosin, mempunyai aktivitas yang kuat terhadap reseptor mu dan kurang bereaksi dengan reseptor kappa,mempunyai efikasi yang ekivalen dengan morfin. 

4. Antagonis Opioid
Nalokson dan Naltrekson merupakan turunan morfin dengan gugusan pengganti pada posisi N, mempunyai afinitas tinggi untuk berikatan dengan reseptor mu, dan afinitasnya kurang berikatan dengan reseptor lain.Penggunan utama nalokson adalah untuk pengubatan keracunan akut opioid, masa kerja nalokson relatif singkat, Sedangkan naltrekson masa kerjanya panjang, untuk program pengobatan penderita pecandu. Individu yang mengalami depresi akut akibat kelebihan dosis suatu opioid, antagonis akan efektif menormalkan pernapasan, tingkat kesadaran, ukuran pupil aktivitas usus, dan lain-lain.

5. Drugs Used Predominantly as Antitussives
Analgesic opioid adalah obat yang paling efektif dari semua analgesic yang ada untuk menekan batuk. Efek ini dicapai pada dosis dibawah dari dosis yang diperlukan untuk menghasilkan efek analgesik. Contoh obatnya adalah Dekstrometrofan, Kodein, Levopropoksifen

REFERENSI

PERTANYAAN
1.        Bagaimana mekanisme proses terjadinya nyeri ?
2.        Apa yang harus diperhatikan ketika hendak meminum obat golongan analgetik?
3.        Apakah ada interaksi dengan makanan / minuman?
4.        Bagaimana jika dikonsumsi bersamaan dengan alkohol?
5.        Berapa dosis yang digunakan untuk obat analgetik non narkotika?
6.         Berapa dosis yang digunakan untuk obat analgetik non narkotika?
7.        Apakah analgetik narkotika membuat ketergatungan? Bagaimana cara menghentikannya?
8.        Apakah aman jika aibu hamil / wanita menyusui mengonsumsinya?
9.        Apakah analgetik non narkotika aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang ?
10.    Apakah analgetik narkotik dan non narkotik bisa dikombinasi?
11.    Apakah ada kontra indikasi dari obat analgetik non narkotika ?
12.    Sebutkan salah satu mekanisme obat analgetik non narkotika ?
13.    Sebutkan salah satu dari obat analgetik non narkotika bagaimana metabolismenya?
14.    Sebutkan salah satu dari obat analgetik non narkotika ttg bagaimana rute eliminasinya?
15.    Apakah ada kontra indikasi dari obat analgetik narkotika ?
16.    Sebutkan salah satu mekanisme obat analgetik narkotika ?
17.    Sebutkan salah satu dari obat analgetik narkotika bagaimana metabolismenya?
18.    Sebutkan salah satu dari obat analgetik narkotika ttg bagaimana rute eliminasinya?
19.    Bagaimana cara untuk mengurangi efek samping iritasi lambung dari analgetik turunan asam salisilat ?dimodifikasi / dikurangi dosisnya/diganti dengan obat lain?
20.    Apakah analgetik narkotika aman jika dikonsumsi dalam jangka panjang?


24 komentar:

  1. Assalamualaikum
    Mengapa Turunan asam arilasetat dan heteroarilasetat memiliki efek samping pada saluran cerna cukup besar?
    Terimakasih

    BalasHapus
  2. Selamat malam, apakah analgetik narkotik dapat dikonsumsi pada pasien skizofrenia?

    BalasHapus
    Balasan
    1. bisa, asalkan digunakan dengan dosis yang tepat.

      Hapus
  3. 1. Mekanisme terjadinya nyeri secara umum adalah sebagai berikut rangsangan(mekanik, termal atau Kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan tubuh, Rangsangan ini di ubah kedalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri

    BalasHapus
  4. assalamualaikum nisa,saya akan menambahkan salah satu contoh obat analgetik narkotik yang menimnulkakan kontraindikasi dan efek samping
    Kontra indikasi : depresi, pernafasan akut, penyakit perut akut, peningkatan tekanan otak atau cedera kepala.
    Efek samping : mual, muntah, konstifasi, ketergantungan atau adiksi, pada over dosis menimbulkan keracunan dan dapat menyebabkan kematian.

    BalasHapus
  5. Hay nissa,saya akan coba menjawab pertanyaan nmbr 15, contoh nya pada Meperidin dan Derivat Fenilpiperidin memiliki kontra indikasi Pada pasien penyakit hati dan orang tua dosis obat harus dikurangi karena terjadinya perubahan pada disposisi obat. Selain itu dosis meperidin perlu dikurangi bila diberikan bersama antisipkosis, hipnotif sedative dan obat-obat lain penekanSSP. Pada pasien yang sedang mendapat MAO inhibitor pemberian meperidin dapat menimbulkan kegelisahan, gejala eksitasi dan demam.

    setiap obat memiliki kontraindikasi yg berbeda

    BalasHapus
  6. saya akan menjawab pertanyaan no 11
    analgetik non narkotika contohnya pct. pct mempunyaa kontraindikasi sbb
    KONTRAINDIKASI
    Parasetamol jangan diberikan kepada penderita hipersensitif/alergi terhadap Paracetamol.
    Penderita gangguan fungsi hati berat.

    Setiap obat mempunyai kintra indikasi yg berbeda

    BalasHapus
  7. nmr 4 mnrt saya tdklah aman mnggunakan obat ini bersamaan dgn alkohol

    BalasHapus
  8. nmr 7 krn analgetik narkotika berefek ketergantungan maka biasanya utk mnghentikannya dgn cara bertahap di kurangi dosisnya

    BalasHapus
  9. nmr 8 mnrt saya aman tdknya obat trgantung fisik seseorg tp lbh baik gunakan analgetik non narkotika utk ibu hamil dan menyusui

    BalasHapus
  10. nmr 9 mnrt saya aman di gunakan jangka pjg utk analgetik non narkotika

    BalasHapus
  11. nmr 10
    mnrt saya jika analgetik narkotika sdh ampuh knp hrs di kombinasikan

    BalasHapus
  12. nmr 20 mnrt saya diskusikan dahulu kpd dokter krn analgetik narkotika mmbuat seseorg ketergantungan maka dr itu di khawatirkan berdampak buruk oleh tubuh

    BalasHapus
  13. Hai annisa
    Terkait soal no 16, saya akan contohkan dengan morfin.
    Morfin yang merupakan obat analgesik narkotik bekerja dengan 2 mekanisme diantaranya menutup kanal ion Ca2+ dan menghambat pelepasan substansi P.
    Morfin berikatan dengan reseptor Mu opioid lalu dihubungkan dengan protein G yang secara langsung mempengaruhi saluran K+ dan Ca2+. Pada keadaan normal protein G yang memiliki GDP yang mengikat sub unit α, β, γ dalam kondisi istirahat atau tidak aktif. Namun saat opioid berinteraksi dengan reseptornya, sub unit GDP terdisosiasi dan berubah menjadi GTP dengan mekanisme perubahan konformasi. GTP ini aka mendisosiasi subunit α sehingga terikat padanya. GTP yang terikat pada subunit α ini memerintahkan sel saraf untuk menurunkan aktifitas listriknya dengan meningkatkan pemasukan K+ dan menghambat pemasukan Ca2+. Dengan terikatnya GTP pada sub unit α juga dapat menghambat terbentuknya enzim adenilat siklase. Enzim ini merupakan enzim yang berperan sebagai messenger pada penyampaian pesan untuk sel saraf. Jika pembentukan enzim adenilat siklase dihambat maka pembentukan substansi P yang merupakan neurotransmiter nyeri juga dihambat, sehingga rasa sakitnya berkurang

    BalasHapus
  14. 1. rangsangan(mekanik, termal atau Kimia) diterima oleh reseptor nyeri yang ada di hampir setiap jaringan tubuh, Rangsangan ini di ubah kedalam bentuk impuls yang di hantarkan ke pusat nyeri di korteks otak. Setelah di proses dipusat nyeri, impuls di kembalikan ke perifer dalam bentuk persepsi nyeri (rasa nyeri yang kita alami).

    BalasHapus
  15. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  16. 2. Dosis, rute dan aturan pakai, efek samping, interaksi dan kontraindikasi.

    BalasHapus
  17. 12. Cara kerja ketorolak adalah dengan cara menghambat sintesis prostaglandin secara reversibel di perifer tanpa mengganggu reseptor opioid pada sistem pusat. Ketorolak akan menghambat nyeri dan reaksi inflamasi, sehingga akan mempercepat
    proses penyembuhan luka.
    Obat ini juga memiliki potensi untuk menghambat produksi tromboksan platelet dan agregasi platelet. Ketorolak secara kompetitif menghambat kedua isoenzim COX,COX-1 dan COX-2 dengan potensi yang berbeda, untuk menghasilkan efek farmakologis antiinflamasi, analgesi, dan antipiretik.

    BalasHapus
  18. 10. Ketorolak dapat diberikan sebagai analgesik pasca operatif atau sebagai kombinasi bersama
    opioid.

    BalasHapus
  19. 4. Analgetika tidak dianjurkan dikonsumsi bersamaan dengan alkohol, karena dapat menimbulkan efek toksisk.

    BalasHapus
  20. 11.
    ada.
    contohnya asam mefenamat kontraindikasi Pada penderita tukak lambung, radang usus, gangguan ginjal, asma dan hipersensitif terhadap asam mefenamat.
    Pemakaian secara hati-hati pada penderita penyakit ginjal atau hati dan peradangan saluran cerna.

    BalasHapus
  21. No 17.
    Morfin berikatan dengan reseptor mu memperantarai efek analgetik, euforia, depresi napas, miosis, berkurangnya motilitas saluran cerna. Reseptor k diduga memperantarai analgesia seperti yang ditimbulkan pentazosin, sedasi serta miosis dan depresi nafas yang tidak sekuat agonis mu. Selain itu disusunan saraf pusat juga didapatkan reseptor delta yang selektif terhadap enkefalin dan reseptor epsilon yang sangat selektif terhadap beta-endorfin tetapi tidak mempunyai afinitas terhadap enkefalin. Terdapat bukti-bukti yang menunjukkan bahwa reseptor delta memegang peranan dalam menimbulkan depresi pernapasan yang ditimbulkan opioid.

    BalasHapus
  22. Nyeri merupakan suatu bentuk peringatan akan adanya bahaya kerusakan
    jaringan. Pengalaman sensoris pada nyeri akut disebabkan oleh stimulus noksius
    yang diperantarai oleh sistem sensorik nosiseptif. Sistem ini berjalan mulai dari
    perifer melalui medulla spinalis, batang otak, thalamus dan korteks serebri.
    Apabila telah terjadi kerusakan jaringan, maka sistem nosiseptif akan bergeser
    fungsinya dari fungsi protektif menjadi fungsi yang membantu perbaikan jaringan
    yang rusak28,33
    Nyeri inflamasi merupakan salah satu bentuk untuk mempercepat
    perbaikan kerusakan jaringan. Sensitifitas akan meningkat, sehingga stimulus non
    noksius atau noksius ringan yang mengenai bagian yang meradang akan
    menyebabkan nyeri. Nyeri inflamasi akan menurunkan derajat kerusakan dan
    menghilangkan respon inflamas

    BalasHapus
  23. Nyeri dapat terjadi apabila sinyal nyeri disampaikan pada tubuh selanjutnya cox akan mensisntesis. Prostaglandin untuk selanjutnya menyampaikan pesan pada otak ,setalah pesan yang dittima otak sampai maka otak akan memerintahkan tu uh untuk merasakan nyeri

    BalasHapus

Rindu

Setiap pagi aku terbangun ku melihat keluar jendela yang tampak hanyalah jalan sunyi..... Dan setiap pagi itu pula aku merindukan mu